Rabu, 16 Mei 2018

SEKOLAH KESEMPATAN MENABUR ILMU



        
Menabur adalah salah satu istilah khas yang ada dalam kamus hidupnya seorang petani. Petani adalah seorang penabur. Yang menaburkan sesuatu di kebun atau ladangnya. Menabur berarti membuang bibit secara serampangan di atas tanah, menebar benih di hamparan lahan. Menabur juga bisa berarti menahan sesuatu, menumbuh-kembangkan sesuatu untuk menghasilkan buah, menjadikan sesuatu lebih berkembang dan berguna. Agar benih bisa menghasilkan buah yang berlipat ganda maka seorang penabur harus memperhatikan secara baik : cara menabur, bibit yang dipilih dan kualitas tanah yang akan ditabur. Penabur yang baik akan menabur sesuatu secara teratur dan terencana, menabur dengan bibit yang unggul dan menabur di tanah yang subur.
            
Para orang bijak bilang : “Apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai. Atau apa yang kita tanam, itulah yang kita petik. “ Rentang waktu kehidupan kita sesungguhnya adalah masa menabur atau menanam. Termasuk yang harus kita tabur atau tanam dalam keseluruhan proses kegiatan belajar- mengajar di sekolah ini. Sekolah adalah sebuah kesempatan bagi kita untuk menabur. Masing-masing kita diharapkan untuk menabur benih yang baik di lahan sekolah lembaga pendidikan ini. Baik kita secara pribadi maupun dalam semangat kebersamaan, kita terpanggil untuk menabur benih yang subur supaya bisa menghasilkan buah keberhasilan seturut visi dan misi lembaga pendidikan ini. Konkritnya adalah benih apakah yang seharusnya saya taburkan dalam tugas dan panggilan saya sebagai seorang guru? Benih apakah yang harus saya taburkan dalam pengabdian saya sebagai seorang pegawai? Demikian pula sebagai seorang pelajar, benih apakah yang harus saya tanam selama sekolah di sini demi masa depan yang baik?

BENIH YANG BAIK

Yang pasti dari yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Benih yang kita tanam di sekolah ini, baik sebagai guru dan pegawai maupun pelajar, itulah yang akan menentukan, entahkah proses pendidikan kita akhirnya berbuah seratus kali lipat, enam puluh kali lipat, tiga puluh kali lipat atau malah di bawah itu? Pertanyaan ini menantang kita untuk membuat evaluasi diri, terutama kita yang adalah komponen internal di sekolah ini, yang hari-harinya bersentuhan langsung dengan kegiatan belajar-mengajar. Ini penting sekaligus mendesak, mengingat prestasi anak-anak didik kita untuk satu dua tahun terakhir ini yang terus menurun dan memprihatinkan. Indeks prestasi para anak didik kebanyakan berbuah tiga puluh kali lipat di akhir tahun kelas VI. Kelihatan begitu sulit untuk beranjak naik ke level enam puluh kali lipat, apalagi seratus kali lipat yang masih sekedar mimpi. Ini sebuah pratanda bahwa bisa jadi setiap kita sebagai guru, pegawai dan murid belumlah sepenuhnya menaburkan benih yang baik di sekolah ini seturut kapasitas kita masing-masing.
           
Tentu ada banyak benih yang baik harus kita taburkan di sekolah ini demi buah pendidikan yang baik bagi anak-anak kita. Prestasi para anak didik kita bagaimana pun juga merupakan barometer utama untuk mengukur buah  pendidikan kita di sekolah ini. Untuk itu benih- benih ketekunan dan kedisiplinan  termasuk untuk perlu ditanamkan kepada segenap civitas akademik dalam menghadapi tantangan keterpurukkan buah-buah prestasi para anak didik kita.
Target kita ke depan haruslah prestasi anak-anak didik kita yang berbuah seratus kali lipat. Untuk meraih prestasi ini, salah satu jalannya adalah ketekunan di dalam iman. Semangat ketekunan yang dilandasi iman amatlah mendasar bagi keberadaan kita sebagai guru- pegawai dan pelajar, mengingat sekolah kita ini adalah sebuah lembaga pendidikan yang bercitra Katolik. Dalam kacamata iman, sebagai apa pun kita di sekolah ini, sesungguhnya merupakan sebuah panggilan hidup. Sebagai panggilan hidup, maka yang harus lebih kita ke depankan adalah semangat ketekunan di dalam iman. Konkritnya, kalau sebagai guru jadilah guru yang beriman, sebagai pegawai jadilah pegawai yang beriman, sebagai pelajar jadilah pelajar yang beriman. Guru yang beriman adalah guru yang mengajar dengan hati, untuk sungguh-sungguh memberikan yang terbaik dari diri demi kepentingan para anak didik. Pegawai yang beriman adalah pegawai yang bekerja dengan hati, untuk sungguh penuh tanggungjawab dalam menunaikan tugas demi kelancaran kegiatan belajar-mengajar di sekolah ini. Sedangkan pelajar yang beriman adalah pelajar yang belajar dengan hati, untuk sungguh serius menekuni pelajaran hingga menjadi sebuah pengetahuan demi masa depan hidup yang baik. Sekolah ini memang sudah mendesak waktunya, untuk segera kita bangun bersama dengan hati yang beriman. Sebab sekolah ini adalah juga bagian dari Kerajaan Allah yang menjadi tanggungjawab kita.

Penulis:

Eman Dora


2 komentar: